Bengkayang,LintasKalbar.com – Adanya organisasi partai,
tentu dapat dikatakan juga mengandung beberapa kelemahan. Di antaranya ialah
bahwa organisasi partai cenderung bersifat oligarki. Organisasi dan termasuk
juga organisasi partai politik kadang-kadang bertindak dengan lantang untuk dan
atas nama kepentingan rakyat, tetapi dalam kenyataannya di lapangan justru
berjuang untuk kepentingan pengurus dan Partainya sendiri.
Seperti dikemukakan oleh Robert Michels sebagai suatu hukum
besi yang berlaku dalam organisasi bahwa, “Organisasilah yang melahirkan
dominasi si terpilih atas para pemilihnya, antara si mandataris dengan si
pemberi mandat dan antara si penerima kekuasaan dengan sang pemberi. Siapa saja
yang berbicara tentang organisasi, maka sebenarnya ia berbicara tentang
oligarki”.hal inilah yang menyebabkan tidak berfungsinya partai politik dan
tidak menjadi sarana perjuangan rakyat dalam turut menentukan bekerjanya sistem
kenegaraan sesuai dengan Aspirasi rakyat bukan Aspirasi Partai Politik dan
Golongan.hal ini yang terjadi pada pembentukan wilayah otonomi baru, Beberapa waktu
yang lalu sidang paripurna DPR
menyetujui usul pembahasan 65 daerah otonomi baru (DOB) hasil pemekaran
wilayah. Di antara jumlah itu, delapan wilayah yang diusulkan merupakan
provinsi baru. Sisanya adalah usul kabupaten dan kota baru termasuk di dalamnya
KabupatenBengkayang. Delapan provinsi baru tersebut adalah Provinsi Pulau
Sumbawa (hasil pemekaran NTB), Papua Selatan (Papua), Papua Tengah (Papua),
Papua Barat Daya (Papua Barat), Tapanuli (Sumatera Utara), Kepulauan Nias
(Sumatera Utara), Kapuas Raya (Kalimantan Barat), dan Bolaang Mongondow Raya
(Sulawesi Utara).Selanjutnya, dewan bakal membahas usul daerah otonom baru
tersebut melalui rancangan undang-undang (RUU) usul inisiatif DPR. Pembentukan
daerah otonom baru itu termasuk di dalamnya wilayah kabupaten Bengkayang yang
pembentukan tanpa melalui sosialisasi dan jajak pendapat kepada masyarakat
wilayah otonomi baru. Pemerintah bisa saja menolak usul pembahasan bila memang
pembentukan daerah otonom baru tersebut tidak memenuhi syarat dalam perundang-undangan.Pemerintah,
dalam hal ini Kemendagri, tentu harus kritis menyikapi usul pembentukan daerah
otonom baru tersebut. Sebab, sudah banyak hasil penelitian yang mengungkapkan
bahwa mayoritas daerah hasil pemekaran gagal berkembang. Pada tahun 2008, United
Nations Development Programme (UNDP) dan Bappenas melakukan studi di 72
kabupaten-Kota di 6 Provinsi. Di antara Kabupaten-Kota tersebut, dipilih 26
Kabupaten-Kota sebagai sampel. Yaitu, 10 Kabupaten sebagai daerah induk, 10
Kabupaten sebagai DOB, dan 6 Kabupaten sebagai daerah kontrol. Hasilnya,
kondisi DOB masih jauh tertinggal dari daerah induk dan daerah kontrol atau
rata-rata Kabupaten di Indonesia.
Evaluasi tersebut melihat DOB dari 4 aspek. Yaitu,
perekonomian daerah, keuangan daerah, pelayanan publik, dan aparatur
pemerintahan daerah. Dari aspek perekonomian daerah, bisa dilihat dari
pembagian sumberdaya ekonomi di DOB tidak merata dan beban jumlah penduduk
miskin semakin meningkat. Itu terjadi karena keterbatasan SDA, SDM, DOB
memiliki ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Di sisi
lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) kurang bisa dioptimalkan. Dalam hal ini, PAD
tidak identik dengan peningkatan pajak dan retribusi. Sebab, tatanan system,
regulasi, kelembagaan ataupun individu belum optimal.apa yang dialami Kabupaten
Bengkayang yang setiap tahunnya mengalami Defisitnya anggran Pendapatan Daerah.
Yang terlihat dari 3 aspek pelayanan Publik Yaitu:
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Diantara 3 aspek tersebut, kesehatan
mengalami peningkatan dari segi sarana dan prasarana. Untuk pendidikan dan
infrastruktur, daerah induk menunjukkan hasil yang lebih bagus, meski telah
terjadi perbaikan di daerah otonom baru. Namun, perbaikan dalam tiga hal itu
belum mampu mendorong peningkatan ekonoi daerah otonomi baru dalam hal ini
yaitu Kabupaten Bengkayang.
Yang sudah hampir 15 tahun terbentuk menjadi daerah otonomi
baru yang hingga saat ini belum terlihat peningkatan dari berbagai aspek mana
pun.Untuk aparatur pemerintah daerah, secara kualitas lebih rendah bila
dibanding daerah induk yaitu Kabupaten Sambas. Misalnya, aparatur yang
dibutuhkan tidak sesuai yang tersedia, banyak aparatur yang bekerja tidak
sesuai pembagian kerjanya, dan bekerja di bawah jam yang seharusnya.
Dalam perspektif nasional, Dalam kurun waktu 1,5 tahun
(antara Januari 2010 hingga Juni 2011), kenaikan kekayaan orang Indonesia
ditaksir mencapai USD 420 miliar atau sekitar Rp 3.738 triliun. Hal itu
menjadikan total kekayaan orang Indonesia pada pertengahan 2011 mencapai USD
1,8 triliun atau sekitar Rp 16.000 triliun.
Menurut Minhad.R, pangkal masalah terjadinya jor-joran
pemekaran daerah itu bersumber dari inisiatif pembentukan daerah baru yang bisa
melalui dua pintu. Yakni, lewat pemerintah dan DPR. Inisiatif lewat pintu DPR
itulah yang diindikasikan sarat dengan kepentingan politik. Sebab pemekaran
daerah berarti perluasan jabatan politik bagi elit-elit politik di tingkat
lokal. Daerah baru akan membutuhkan kepala daerah dan DPRD baru yang menjadi
jatah partai politik.
Dalam istilah Prof. Dr. M. Ryaas rasyid, MA, pemekaran itu
terdorong oleh adanya insentif dari pemerintah pusat, baik secara politik
maupun ekonomi. Secara politik, semua daerah baru hasil pemekaran itu otomatis
adalah daerah otonom. Sehingga perlu dipilih kepala daerah baru, ini menjadi
peluang bagi parpol, elit politik, bahkan pegawai negeri untuk mendapatkan
posisi dan jabatan. Itu sebabnya, soal pemekaran ini tidak ada yang menolak,
baik dari elit daerah, partai politik birokrat daerah, karena mereka semua
berkepentingan dan mengambil keuntungan di dalamnya. Bayangkan, ada ratusan
jabatan baru terbuka untuk itu.
Di sisi ekonomi (keuangan), pemekaran membuat daerah
membutuhkan banyak biaya, yang semua ini bisa didapatkan dari bantuan
dekonsentrasi. Sehingga pemekaran ini memang sesuatu yang sangat menggiurkan,
baik dari sisi politik maupun ekonomi (keuangan).
Selain itu, janji memperjuangkan pemekaran daerah saat
kampanye merupakan sarana bagi partai politik untuk memperbanyak suara di
daerah (vote getter). Sebab, dengan pemekaran daerah, akan semakin banyak dana
yang mengalir dari pusat dan daerah.
Lantas apa yang harus dilakukan? Menurut Minhad.R,
pemerintah boleh memberikan bantuan bagi pembangunan daerah, tetapi
pendekatannya jangan dengan pemekaran (kecuali memang pada daerah yang mendesak
dilakukan kebijakan itu), tetapi harus berorientasi pada tujuan. Jadi,
berlakukan kebijakan moratorium pemekaran daerah dan jangan alokasikan bantuan
berbasis pada wilayah administrasi. Misalnya, dana bantuan itu diorientasikan
untuk pembangunan daerah khusus yang potensial, daerah terisolir, dan daerah
terbelakang. Sehingga dengan bantuan itu potensi daerah itu akan bangkit, yang
kemudian akan memberikan kontribusi perbaikan ekonomi daerah dan Negara.
Selain itu, menegakkan kembali dua prinsip yang lain
(penggabungan dan penghapusan daerah) adalah pilihan yang realistis. Tiga
prinsip inilah yang diistilahkan oleh Syarif Hidayat dengan terminologi “kembar
siam” pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah.
Pemerintah tetap memperkuat negara kesatuan dengan
mengusahakan dilaksanakannya demokrasi yang sesungguhnya di Indonesia dan
diberlakukannya otonomi daerah yang seluas-luasnya untuk secepatnya mengatasi
kesenjangan pusat dan daerah.
Tugas yang paling utama bagi pemerintah nasional di Jakarta
adalah memberikan supervisi agar daerah tidak melakukan tindakan yang
menyimpang dari kepentingan nasional bukan kepentingan Partai Politik atau para
Elite Politik yang terjadi saat ini memperlihatkan gejala yang menyimpang maka
sudah seharusnya pemerintah di Jakarta mengambil tindakan yang meluruskan
penyimpangan tersebut.
Dengan demikian tidak akan ada keraguan di daerah terhadap
pemerintah nasional, sehingga tumbuh rasa nasionalisme baru, karena mereka
yakin untuk maju bersama dengan segenap warga bangsa yang ada di tanah airnya,
bukan sebalikna untuk dipinggirkan. Oleh karena itu, kalau daerah kuat dalam
membangun masyarakatnya, maka mereka akan sendirinya akan mendukung negara
kesatuan, dan tidak ada alasan bagi mereka untuk mendukung gerakan separatisme.
Akhirnya, otonomi daerah ini ditujukan untuk mendekatkan
rakyat kepada kesejahteraan, bukan sebaliknya. Yang terjadi di kabupaten
Bengkayang yang saat ini terlihat yaitu para elit yang lebih dekat dengan
kesejahteraan.(***)
Sumber : lintaskalbar.com