MedanBisnis - Medan. Penolakan terhadap analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) kegiatan pengembangan lapangan panas bumi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) Bumi Sarulla di Kaupaten Tapanuli Utara (Taput), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terus bergulir.
Kuasa hukum masyarakat Desa Sibaganding dan Desa Lumban Jaean, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Taput, Hermansyah Hutagalung SH MH, mendesak agar Gubsu Gatot Pudjonugroho segera melakukan revisi terhadap SK Gubsu 671.26/3067/K/Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009.
Hermansyah menegaskan, SK yang saat ini digunakan PT Sarulla Operation sebagai kelayakan lingkungan hidup kegiatan pengembangan lapangan panas bumi dan pembangunan PLTP Bumi Sarulla dengan kapasitas 330 MW itu sudah kadaluarsa atau berakhir.
"Penolakan atas penggunaan SK kadaluwarsa itu pun sedang dalam proses sidang gugatan berdasarkan pendaftaran ke PTUN Medan dengan register No 98/2013/PTUN - Medan," jelas Hermansyah usai demo Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Luat Pahae, Taput, di depan Kantor Gubsu, Senin (2/12).
Aksi demo merfeka, lanjutnya, merupakan bentuk kepedulian atas kekhawatiran terhadap kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan di sekitar kawasan perusahaan tersebut beroperasi.
Penggunaan dokumen amdal yang tidak sesuai realitas di Pahae, ungkap Hermansyah, saat ini sudah dirasakan dampaknya, berupa menurunnya kualitas udara, meningkatnya suara bising dan getaran, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, meningkatnya erosi dan sedimentasi, timbul bahaya longsor, serta terjadi perubahan tataguna lahan dan hutan.
"Kita akan terus memperjuangkan ini dengan melakukan demo lebih besar lagi dan akan melaporkan tindak pidana yang telah dilakukan PT Sarulla Operation menggunakan surat keputusan yang sudah lewat batas," tegas Hermansyah.
Ditambahkannya, massa juga akan melakukan demo di Kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, karena BLH juga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan analisis dampak lingkungan yang dilakukan PT Sarulla Operation.
Juga ditegaskannya, sesuai pasal 24 ayat 1 PP No 27 Tahun 1999 tegas dikatakan, keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluarsa dalam jangka tiga tahun. "SK keluar Agustus tahun 2009, otomatis telah lewat waktu sejak Agustus 2013 dan itu tanggung jawab BLH untuk memonitornya," kata Hermansyah.
Sementara itu Ketua Harian Lembaga Negeri Sibaganding (LNST), Lamsiang Sitompul, mewakili masyarakat Desa Sibaganding dan Lumban Jaean, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Taput, menyerukan agar Gubsu merespon aspirasi mereka yang menuntut agar studi kelayakan terhadap amdal yang dilakukan PT Sarulla Operation dibatalkan.
"Karena jelas, dalam dalil gugatan juga dicantumkan bahwa sejak terbitnya SK dimaksud tidak pernah melibatkan masyarakat ataupun diumumkan kepada masyarakat. Hal itu bertentangan dengan pasal 5, 6, 19 UU Nomor 23 Tahun 1997 dan PP No 27 Tahun 1999 pasal 10 dan 34," jelasnya.
Hal senada juga dikatakan koordinator aksi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Luat Pahae, Mardos Nababan. PT Sarulla Operation, tegasnya, diharapkan terbuka dalam proses penetapan amdal perusahaan dan tidak asal-asalan menuliskan nama tempat studi dilakukan. (irvan sugito)
Sumber : medanbisnisdaily.com