SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI FORUM AFILIASI KOMUNIKATIF TAPANULI "Satu Persepsi, Satu Aksi,Satu Tujuan, Menuju Tapanuli Sejahtera "

Selasa, 17 Desember 2013

Hasil Verifikasi Ulang KPU Taput, Pinondang-Ampuan Tak Cukup Dukungan Parpol

METROSIANTAR.com, TARUTUNG – Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Taput St Pinondang Simanjuntak-Ampuan Situmeang yang sebelumnya mendaftar melalui partai politik (parpol) dinyatakan tidak lulus dukungan parpol. Hal itu sesuai hasil verifikasi ulang KPU Taput yang disampaikan ke Makhkamah Konstitusi (MK).

Demikian disampaikan Ketua KPU Taput Lamtagon Manalu yang dihubungi METRO melalui telepon seluler, Minggu (15/12). Menurutnya, meski pasangan Pinondang-Ampuan tidak mencukupi dukungan parpol, KPU tidak melakukan pencoretan terhadap pasangan tersebut. Sebab, itu merupakan wewenang MK.

“Data tersebut kami peroleh berdasarkan hasil verifikasi ulang yang kami lakukan bersama KPU provinsi, Panwaslu Taput dan Bawaslu. Dari hasil verifikasi bersama, diketahui ada satu pasangan yang tidak memenuhi dukungan parpol.

Menurut dia, sementara enam pasangan lainnya yang diusung parpol dan seorang lagi dari jalur independen dinyatakan memenuhi persyaratan. “KPU hanya diperintahkan untuk melakukan verifikasi ulang dukungan parpol saja. Untuk kelanjutannya, itu merupakan wewenang MK,” terang Lamtagon.

Masih Lamtagon, hingga saat ini, KPU masih belum mengetahui kapan sidang lanjutan sengketa Pilkada Taput di MK. Biasanya, tiga hari sebelum sidang, sudah ada pemberitahuan dari MK. Sebelumnya, Pilkada Taput dilaksanakan Kamis (10/10) lalu, diikuti delapan paslon. Tujuh pasangan mendaftar dari papol dan satu pasangan mendaftar melalui jalur independen.

Dari hasil perhitungan suara, diketahui pasangan nomor urut 1, Sanggam Hutagalaung-Sahat Sinaga memperoleh 7.147 suara atau 5,01 persen. Pasangan nomor urut 2, Ratna Ester Lumbantobing-Refer Harianja memperoleh 6.629 suara atau 4.64 persen.

Kemudian pasangan nomor urut 3, Bangkit Silaban-David Hutabarat memperoleh 32.168 suara atau 22,53 persen. Pasangan nomor 4, Saur Lumbantobing-Manerep Manalu memperoleh 39.484 suara atau 27,66 persen, pasangan nomor urut 5, Nikson Nababan-Mauliate Simorangkir memperoleh 35.654 suara atau 24,98 persen.

Pasangan nomor urut 6, Banjir Simanjuntak–Maruhum Situmeang memperoleh 14.820 suara atau 10.38 persen. Pasangan nomor urut 7, Margan Sibarani–Sutan Nababan (perseorangan) memperoleh suara sebanyak 871 suara atau 0,61 persen dan pasangan nomor urut 8, Pinondang Simanjuntak-Ampuan Situmeang memperoleh sebanyak 5.977 suara atau 4,19 persen. Namun demikian, hasil pilkada tersebut digugat ke MK dengan dalil gugatan Pilkada Taput cacat hukum karena diikuti delapan pasangan calon.

Padahal, sesuai aturan perundang-undangan, masing-masing paslon membutuhkan minimal 15 persen dukungan suara dari parpol. Dan dengan persyaratan ini, pilkada hanya dimungkinkan paling banyak diikuti enam paslon di luar paslon yang mendaftar lewat jalur perseorangan.

Berdasarkan itu melalui persidangan MK, kemudian memerintahkan KPU untuk melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual ulang terhadap seluruh pengusulan partai bagi seluruh paslon, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

MK juga, membatalkan Keputusan KPU Sumut No. 3122/Kpts/KPU.Prov-002/IX/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara Yang Memenuhi Syarat Dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013, tanggal 20 September 2013.

Kemududian menunda pelaksanaan Keputusan KPU Taput No. 19/Kpts/KPU-Kab-002.434693/2013 tentang Penetapan dan Pengesahan Jumlah dan Persentase Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Pilkada Taput 2013 dan Keputusan KPU Taput No. 20/Kpts/KPU-Kab-002.434693/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Taput yang Memenuhi Syarat untuk Putaran Kedua Pilkada Taput 2013.

Selain itu, MK memerintahkan KPU Sumut, KPU, Panwaslu Taput, Bawaslu Sumut dan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini. Terakhir, MK memerintahkan KPU Taput, KPU Sumut, KPU, Panwaslu Taput, Bawaslu Sumut dan Bawaslu untuk melaporkan kepada MK pelaksanaan amar putusan ini dalam waktu paling lambat 30 hari sejak putusan disampaikan. (cr-01/mua)

Sumber : metrosiantar.com

Terkait Ledakan Sumur Bor Sarulla, Pemuda Pahae Sampaikan Surat Terbuka

TAPUT – Pemuda asal Pahae, sampaikan surat terbuka terkait ledakan sumur bor perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Desa Silangkitang, Kecamatan Pahae Jae, Taput, Rabu (11/12) sekira pukul 10.00 WIB, yang dikelola oleh perusahaan Sarulla Operations Limited (Ltd).

“Sebagai putra Luat Pahae (sebutan untuk Kecamatan Pahae Jae, Pahae Julu, Purbatua dan Simangumban), saya harus turut serta dalam mengawasi segala kemungkinan buruk atas hadirnya investasi ke sana. Oleh sebab itu, saya menyampaikan surat terbuka ke publik tentang keberadaan perusahaan itu.

Terlebih, setelah adanya ledakan sumur bor kemarin, serta kurangnya sosialisasi pihak perusahaan itu kepada masyarakat soal resiko buruk hadirnya perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi,” ujar salah seorang putra Pahae yang kini kuliah pasca sarjana di USU, Medan, Pasonly Siburian, Minggu (15/12).

Dia menjelaskan, bumi Luat Pahae, merupakan kawasan yang subur. Hampir semua jenis tanaman tumbuh di daerah itu. ”Potensi sumber daya alam yang begitu besar di Luat Pahae adalah anugerah Tuhan bagi kami. Untuk itulah, kami patut untuk menjaga dan melestarikannya. Walau kami sadar, potensi yang ada belum dapat digali secara maksimal. Termasuk potensi energi panas bumi itu,” imbuhnya.

Untuk itu, sedari awal, masyarakat Luat Pahae, sebenarnya menyambut baik eksplorasi potensi panas bumi yang dulunya dikelola pihak perusahaan luar negeri, yakni UNOCAL (Union Oil Company of California) itu.

“Tapi, seiring waktu pengelolaan perusahaan itu, masyarakat Pahae seolah dikesampingkan. Selain kurang sosialisasi tentang keberadaan perusahaan, masyarakat juga kurang dimanfaatkan sebagai tenaga kerja perusahaan,” sambung Pasonly.

Dalam penantian panjang, Sarulla sebenarnya telah memberi harapan. Dimana ekonomi di Luat Pahae, kembali menggeliat. Pasar (onan) kembali ramai dikunjungi. Pemuda kembali semangat untuk bekerja. Dan anak sekolah kembali semangat belajar karena berharap cepat tamat dan bisa bekerja di tempat itu. Namun, masyarakat hanya menginginkan ada kerja sama yang jujur dari pihak perusahaan. ”Saling mempercayai, saling membangun dan saling menguntungkan. Itulah yang kami harapkan,” tandasnya.

Lebih lanjut, ungkap Pasonly, dari beberapa sosialisasi yang pernah diadakan pihak Sarulla, dampak negatif dari kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan perusahaan itu tidak pernah disosialisasikan.

”Akibatnya masyarakat selama ini bertanya-tanya, apakah benar tak ada dampak negatif dan benar ramah lingkungan. Imbasnya, ledakan sumur bor kemarin yang membuat warga panik berlarian mengamankan diri ke mana-mana karena takut terjadi apa-apa. Bahkan, ada yang sampai jatuh pingsan,” bebernya.

Atas kejadian itulah munculnya keraguan masyarakat. ”Saya yakin, mayoritas masyarakat Luat Pahae awalnya tidak menolak hadirnya perusahaan itu. Tetapi kami sebagai masyarakat Pahae secara keseluruhan, berhak mengetahui kemungkinan resiko terkecil hingga yang terburuk yang ditimbulkan perusahaan itu,” paparnya.

Oleh karena itu, melalui surat terbuka yang kami sampaikan ke publik itu, semua pihak, khususnya pihak Sarulla, dapat memaklumi dan memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat Luat Pahae. ”Karena, masyarakat juga khawatir terjadi musibah besar seperti lumpur lapindo di Jawa sana di Luat Pahae,” terang Pasonly.

Pada intinya, Sarulla perlu menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Termasuk resiko bencana yang mungkin terjadi karena kegiatan Sarulla. Sekali lagi, kerja sama yang jujur dan tulus antara masyarakat Pahae dengan Sarulla akan melahirkan kepercayaan, saling membangun dan saling menguntungkan. Sehingga antusias masyarakat Luat Pahae yang begitu besar kepada mereka (Sarulla) tidak berubah. (hsl/mua)

Sumber : metrosiantar.com

AMDAL PT SOL di Negeri Sibaganding Tua tidak jelas, masyarakat PAHAE mengeluh

Pahae, merdekaonline.com

Masyarakat Negeri Sibaganding Tua, Kecamatan Pahae Julu, Tapanuli Utara mempertanyakan AMDAL terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) oleh PT. Sarulla Operation Limited (PT.SOL), karena banyak terdapat kejanggalan data maupun analisa. 

Ketua Umum Masyarakat Negeri Sibaganding Tua, Vargo Sitompul dalam pertemuan rapat besar dengan masyarakat Negeri Sibaganding Tua, yang terdiri dari 3 desa, Sibaganding, Lumban Jaean, dan Simataniari, Jumat 16 Agustus di Sibaganding mengatakan mengghasilkan kesimpulan mendesak agar perusahaan merevisi AMDAL. Senen (19/8)

"PT. SOL harus merevisi hasil laporan AMDAL tersebut, dan dalam penyusunannya kami melihat dilakukan secara asal-asalan. Dalam penyusunan juga kami meminta, agar melibatkan dan mensosialisasikannya kepada masyarakat". Perusahaan yang sudah mulai melakukan aktifitas terlebih dahulu membuat laporan AMDAL dengan benar dengan data-data yang akurat", tambah Vargo. 

Proyek PLTP di Negeri Sibaganding Tua, Tapanuli Utara, Sumatera Utara ini merupakan salah satu proyek yang masuk dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik (fast track program/FTP) tahap 2 dengan investasi sekitar 1,5 miliar USD.
Listrik dari PLTP yang dikerjakan Konsorsium Medco-Ormat-Itochu-Kyushu yang akan dibangun pada dua lokasi yaitu di Silangkitatang dan di Namora Langit sebesar, akan dibeli PLN dengan harga 6,79 cent USD/kWh selama 30 tahun dan akan dialirkan melalui transmisi 150 kV sepanjang 15 kilometer sirkuit (kms) ke Gardu Induk Sarulla milik PLN. Unit Pertama Pembangkit PLTP Sarulla ini ditargetkan beroperasi komersial pada tahun 2016, unit kedua pada 2017, dan unit ketiga pada 2018.

Ketua Harian, Masyarakat Negeri Sibaganding, Lamsiang Sitompul SH di tempat yang sama mengatakan, salah satu hal perlu segera disikapi adalah tentang ijin AMDAL PT SOL yang banyak ketidakbenaran dalam proses penerbitannya".

"Jangan sampai nanti keberadaan proyek PT SOL menyebabkan rusaknya lingkungan hidup di Desa sekitar proyek. Apabila PT SOL tidak menyusun AMDAL dengan benar, tidak menutup kemungkinan akan diajukan proses hukum baik secara pidana maupun perdata, tambah Lamsiang yang juga berprofesi sebgai Pengacara ini. 
Sementara Kepala Desa Sibaganding, Kecamatan Paha Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Novada Sitompul salah satu wilayah terkena lokasi panas bumi , mengatakan warganya menyambut antusias proyek tersebut. Tidak ada resistensi dari warga,  ujarnya. 
Kami mendukung asalkan proyek tersebut tidak mencemari lingkungan. Kalau tujuannya demi kemajuan bersama, warga siap bekerja sama. Yang terpenting bagi saya dan warga, perusahaan patuhi aturan seperti mendapatkan rekomendasi salah satunya, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) proyek tersebut sebelum dilaksanakan nantinya, tuturnya.

Untuk itu Novada menyarankan, agar pihak perusahaan PT SOL terlebih dahulu bermusyawarah dengan masyarakat sekitar dan emlakukan sosialiasi secara benar, terbuka, dan harus membawa dampak yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat Sibaganding menyambut dengan baik apabila investor datang untuk membangun di daerahnya, asal tidak merusak lingkungan, dan investor harus dapat bekerjasama yang baik dengan masyarakat, demikian Novada.

Sebelumnya masyarakat tiga desa yaitu, Sibaganding, Lumban jaean dan Simataniari sudah melakukan rapat besar menyikapi hadirnya proyek PLTPB di derah itu. Dalam rapat yang dilaksanakan pada tanggal 16 Augustus 2013 di halaman SDN Sibaganding, masayarakat sepakat membentuk sebuah organisasi bernama Negeri Sibaganding Tua.

Organisasi tersebut dibentuk bertujuan, untuk menyampaikan tuntutan warga sekitar khususnya terkait AMDAL. Sebab menurut masyarakat pihak perusahaan yang bergerak dibidang panas bumi itu, sudah melakukan penyusunan AMDAL dengan asal-asalan, dengan tanpa melibatkan warga. (bsk/choms) 

Sumber : merdekaonline.com

Keluarnya Izin Kelayakan Lingkungan Masyarakat Desa Sibaganding dan Lumban Jaean Gugat Gubsu

BPB - Medan, Masyarakat Desa Sibaganding dan Desa Lumban Jaean Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara, menolak kelayakan lingkungan hidup kegiatan pengembangan lapangan panas bumi dan pembangunan PLTP Sarulla di Taput.

Keberatan yang diajukan melalui gugatan yang didaftakan ke PTUN-Medan dengan Register No 98/2013/PTUN-Medan, bahwa kegiatan yang dilakukan pemrakarsa PT Sarulla Operation (SOL), menggunakan SK Gubernur Sumatera Utara 671.26/3067/ K/ Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009, sudah kadaluarsa. Pemaparan itu dikemukakan, Ketua Harian Lembaga Negeri Sibaganding (LNST), Lamsiang Sitompul mewakili masyarakat yang berada dan berasal dari Desa Sibaganding dan Lumban Jaean Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Taput. "Kita ajukan keberatan mewakili masyarakat disana dan juga selaku putra daerah.

Karena kegiatan tersebut secara jelas tidak mengakomodir aspirasi masyarakat dan jelas membahayakan kehidupan masyarakat dan lingkungannya," tegasnya kepada wartawannya, Minggu (24/11) di Medan. Dalam gugatan yang dikuasakan kepada Advokat/Kandidat Advokat-Legal Consultant pada the law Office of-Hermansyah Hutagalung SH, MH & ASSOCIATES,  beralamat kantor di Jalan Brigjend Katamso No 70 C Lantai 2, secara resmi menggugat Gubernur Sumatera Utara dengan objek gugatan atas keluarnya surat keputusan (SK) dimaksud.

Dukungan atas keberatan itu, juga didukung Ketua Dewan pensehat, Binsar Sitompul Pasonli Siburian, Tokoh Pemuda Pahae, Pasonly Siburian Ir Jones Simatupang MSi (PR-I) Methodist, Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Perantau Rura Pangaloan, Parnasigop (Sekretaris Umum Kota Medan, Perkumpulan Parsigompulon Luatpahae Kota Medan, Manahara Sitompul.

Lamsiang mengatakan, masyarakat yang berada di sekitar lokasi, merasa khawatir dan terancam dengan rencana kegiatan PLTP yang berkapasitas 330 MW tersebut.  Dimana pembuatan dokumen Amdal, RKL dan RPL dilakukan, secara akal-akalan serta tanpa studi kelayakan yang baik dan cermat.

Selain itu, serunya, pihak pemrakarsa dalam hal ini PT SOL, telah melakukan perbuatan pembohongan publik  dengan mengantongi SK sudah lewat waktu (kadaluarsa)  sehingga bertentangan dengan atas umum pemerintahan yang baik.

Sementara Hermansyah Hutagalung selaku kuasa hukum masyarakat mengemukakan, bahwa objek yang digugat SK Gubernur yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2009. Dimana sejak SK tersebut dikeluarkan, pihak PT SOL belum melakukan kegiatan.

Dan sesuai dengan pasal 24 PP no 27 tahun 1999 (1) secara tegas dinyatakan, bahwa keputusan kelayakan lingkungannya hidup dinyatakan kadaluarsa tidak dilakukan dalam jangka 3 tahun. "SK keluar Agustus tahun 2009 dan secara otomatis telah lewat waktu sejak Agustus 2013 silam," terangnya.

Selain itu, dalam dalil gugatan juga dicantumkan bahwa sejak terbitnya SK dimaksud tidak pernah melibatkan masyarakat ataupun diumumkan kepada masyarakat. "hal itu bertentangan dengan pasal 5,6,19 UU no 23 tahun 1997 dan PP no 27 tahun 1999 pasal 10 dan pasal 34," paparnya.

Untuk itu, serunya, dalam materi gugatan pemohon dalam hal ini masyarakat memohon kapada majelis agar menyatakan batal atau tidak sah SK Gubsu No 671.26/3067/K/tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009 tentang kelayakan lingkungannya hidup.

Alasan lainnya bahwa SK tergugat (Gubsu), telah bertentangan dengan atas umum pemerintahan yakni azas kecermatan tentang wilayah studi yang sangat sempit dengan lingkup kepada desa yang masuk dalam wilayah kegiatan dan desa yang tanahnya dibebaskan.

Selain itu, data tentang nama desa, tempat ibadah, jenis satwa , tanaman, jenis ikan tidak valid. " gimana SK tergugat dibuat dengan menggunakan Peta Bakosurtanal tahun 1997. Padahal RT/RW provinsi sudah ada perubahan, gimana bisa dijadikan sampel," tegasnya.

Ada juga kebohongan dalam SK dimaksud, sambungnya, yang mana bahwa tanggal 11 November 2008 telah dilaksanakan rapat pembahasan dan penilaian dokumen Amdal, RKL dan RPL di Bapedalda Sumut, yang mengharuskan pemrakarsa memperbaiki Amdal, RKL dan RPL. Namun sampai keputusan dikeluarkan oleh tergugat penulisan nama desa yang menjadi topik pembiasan tidak diri ah atau diperbaiki. "Nama Desa Siantalobung ditulis Siantalog, Lumbanbatu Garaga ditulis Lumban grogi dan Lumban Pinang ditulis Labupiring," ungkapnya.

Selain memohon pembatalan atas SK itu, ucapnya, dalam gugatan juga berintikan permohonan, agar tergugat (Gubsu) untuk mencabut SK Gubsu No 671.26/3067/K/tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009. Ketua Dewan penasihat LNST, Binsar Sitompul juga menimpali, bahwa tambang yang akan beroperasi secara jelas akan merusak lingkungan dan hutan yang ada. Dimana keberadaan tambang yang nantinya disebut dapat menjadi sumber tenaga listrik,  tidak serta merta akan terwujud. "kalau hal ini diabaikan, maka kit akan turunkan ribuan masyarakat dan mahasiswa menentang pelaksanaan dimaksud. Ini bukan ancaman, dan akan kita buktikan," serunya. Sementara manajemennya pemrakarsa PT SOL, Petrus yang dihubungi via ponsel tidak dapat dihubungi. DON

Sumber : m.batakpos.co.id

Desak Penghentian Operasional, PT SOL Didemo

Taput-ORBIT: Sikap tidak bersahabat yang ditunjukkan PT SOL (Sarulla Operation Limited) yang  tetap melakukan ujicoba sumur produksi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP), menyebabkan ratusan massa  yang tergabung  Aliansi Masyarakat Luat Pahae (AMLP) menggeruduk  kantor  perusahaan tersebut di Desa Pangaloan Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Senin, (16/12).
Ratusan massa ini mendesak agar pihak SOL selaku   konsorsium perusahaan yang mengoperasikan PLTP Sarulla Pahae segera menghentikan seluruh  kegiatan produksi karena dinilai sangat  berbahaya dan beresiko cukup tinggi bagi lingkungan hidup masyarakat sekitar.

“ Kami meminta seluruh kegiatan SOL di Pahae segera dihentikan, karena kegiatan SOL sangat  berbahaya dan beresiko tinggi bagi lingkungan,” ujar Koordinator Aksi Pasonly Siburian dalam orasinya.
Selain karena cukup berbahaya, Pasonly  Siburian bersama rekan-rekannya  juga menegaskan,  seluruh  sekegiatan SOL di Pahae tidak bisa dilanjutkan karena hingga saat  ini  Izin Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang dikeluarkan gubernur  Sumut beberapa waktu lalu sedang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena diduga masih bermasalah.
Selain itu  Pasonly mengatakan   pada saat  uji coba Sumur Produksi yang dilakukan Pihak SOL sebelumnya juga telah membuat kekhawatiran bagi warga  sekitar. Pasalnya  pada proses uji coba  ada  dentuman  yang mengeluarkan asap  diduga sangat berbahaya.

“ SOL tidak bisa beroperasi sebelum ada penjelasan yang akurat mengenai  dokumen Amdal yang kini sedang digugat di PTUN,” tegasnya.

Senada disampaikan salah seorang peserta aksi lainnya yang menyebutkan bahwa dokumen Amdal SOL disusun tidak berdasarkan pemetaan analisis dampak positif dan negative berdasarakan lingkungan.

” Bahkan kita melihat penyusun Amdalnya asal-asalan, mulai dari nama, peta, serta tidak melibatkan seluruh masyarakat  yang terkena dampak operasional SOL,” sebutnya.

Selain itu dia juga mengatakan sejak mulai operasi pihak SOL tidak pernah  transparan dan tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar.

“ SOL sangat tertutup, sosialisasi hanya dilakukan bagi pemilik tanah, sedangkan sebagian besar masyarakat tidak dilibatkan, padahal seluruh masyarakat yang kena dampaknya,” katanya.

Menanggapi tuntutan massa Pimpinan External Relation SOL Industan Sitompul mengatakan pihaknya  tidak bisa memberhentikan kegaiatran SOL hanya  karena persoalan menyangkut  Amdal.

“ Kita hanya bisa menunggu keputusan PTUN, terkait gugatan, tetapi kalau untuk memberhentikan kegiatan itu tidak mungkin, seluruh kegiatan akan tetap dijalankan, “ tukasnya.

Dia juga mengatakan  dalam setiap melaksanakan kegiatan,   pihak SOL nantinya akan terlebih dahulu melakukan sosialisasi terhadap  masyarakat sekitar.

“ Ke depan kami akan menginformasikan seluruh kegiatan yang ada kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sumber : harianorbit.com