BPB - Medan, Masyarakat Desa Sibaganding dan Desa Lumban Jaean Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara, menolak kelayakan lingkungan hidup kegiatan pengembangan lapangan panas bumi dan pembangunan PLTP Sarulla di Taput.
Keberatan yang diajukan melalui gugatan yang didaftakan ke PTUN-Medan dengan Register No 98/2013/PTUN-Medan, bahwa kegiatan yang dilakukan pemrakarsa PT Sarulla Operation (SOL), menggunakan SK Gubernur Sumatera Utara 671.26/3067/ K/ Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009, sudah kadaluarsa. Pemaparan itu dikemukakan, Ketua Harian Lembaga Negeri Sibaganding (LNST), Lamsiang Sitompul mewakili masyarakat yang berada dan berasal dari Desa Sibaganding dan Lumban Jaean Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Taput. "Kita ajukan keberatan mewakili masyarakat disana dan juga selaku putra daerah.
Karena kegiatan tersebut secara jelas tidak mengakomodir aspirasi masyarakat dan jelas membahayakan kehidupan masyarakat dan lingkungannya," tegasnya kepada wartawannya, Minggu (24/11) di Medan. Dalam gugatan yang dikuasakan kepada Advokat/Kandidat Advokat-Legal Consultant pada the law Office of-Hermansyah Hutagalung SH, MH & ASSOCIATES, beralamat kantor di Jalan Brigjend Katamso No 70 C Lantai 2, secara resmi menggugat Gubernur Sumatera Utara dengan objek gugatan atas keluarnya surat keputusan (SK) dimaksud.
Dukungan atas keberatan itu, juga didukung Ketua Dewan pensehat, Binsar Sitompul Pasonli Siburian, Tokoh Pemuda Pahae, Pasonly Siburian Ir Jones Simatupang MSi (PR-I) Methodist, Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Perantau Rura Pangaloan, Parnasigop (Sekretaris Umum Kota Medan, Perkumpulan Parsigompulon Luatpahae Kota Medan, Manahara Sitompul.
Lamsiang mengatakan, masyarakat yang berada di sekitar lokasi, merasa khawatir dan terancam dengan rencana kegiatan PLTP yang berkapasitas 330 MW tersebut. Dimana pembuatan dokumen Amdal, RKL dan RPL dilakukan, secara akal-akalan serta tanpa studi kelayakan yang baik dan cermat.
Selain itu, serunya, pihak pemrakarsa dalam hal ini PT SOL, telah melakukan perbuatan pembohongan publik dengan mengantongi SK sudah lewat waktu (kadaluarsa) sehingga bertentangan dengan atas umum pemerintahan yang baik.
Sementara Hermansyah Hutagalung selaku kuasa hukum masyarakat mengemukakan, bahwa objek yang digugat SK Gubernur yang dikeluarkan pada 12 Agustus 2009. Dimana sejak SK tersebut dikeluarkan, pihak PT SOL belum melakukan kegiatan.
Dan sesuai dengan pasal 24 PP no 27 tahun 1999 (1) secara tegas dinyatakan, bahwa keputusan kelayakan lingkungannya hidup dinyatakan kadaluarsa tidak dilakukan dalam jangka 3 tahun. "SK keluar Agustus tahun 2009 dan secara otomatis telah lewat waktu sejak Agustus 2013 silam," terangnya.
Selain itu, dalam dalil gugatan juga dicantumkan bahwa sejak terbitnya SK dimaksud tidak pernah melibatkan masyarakat ataupun diumumkan kepada masyarakat. "hal itu bertentangan dengan pasal 5,6,19 UU no 23 tahun 1997 dan PP no 27 tahun 1999 pasal 10 dan pasal 34," paparnya.
Untuk itu, serunya, dalam materi gugatan pemohon dalam hal ini masyarakat memohon kapada majelis agar menyatakan batal atau tidak sah SK Gubsu No 671.26/3067/K/tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009 tentang kelayakan lingkungannya hidup.
Alasan lainnya bahwa SK tergugat (Gubsu), telah bertentangan dengan atas umum pemerintahan yakni azas kecermatan tentang wilayah studi yang sangat sempit dengan lingkup kepada desa yang masuk dalam wilayah kegiatan dan desa yang tanahnya dibebaskan.
Selain itu, data tentang nama desa, tempat ibadah, jenis satwa , tanaman, jenis ikan tidak valid. " gimana SK tergugat dibuat dengan menggunakan Peta Bakosurtanal tahun 1997. Padahal RT/RW provinsi sudah ada perubahan, gimana bisa dijadikan sampel," tegasnya.
Ada juga kebohongan dalam SK dimaksud, sambungnya, yang mana bahwa tanggal 11 November 2008 telah dilaksanakan rapat pembahasan dan penilaian dokumen Amdal, RKL dan RPL di Bapedalda Sumut, yang mengharuskan pemrakarsa memperbaiki Amdal, RKL dan RPL. Namun sampai keputusan dikeluarkan oleh tergugat penulisan nama desa yang menjadi topik pembiasan tidak diri ah atau diperbaiki. "Nama Desa Siantalobung ditulis Siantalog, Lumbanbatu Garaga ditulis Lumban grogi dan Lumban Pinang ditulis Labupiring," ungkapnya.
Selain memohon pembatalan atas SK itu, ucapnya, dalam gugatan juga berintikan permohonan, agar tergugat (Gubsu) untuk mencabut SK Gubsu No 671.26/3067/K/tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009. Ketua Dewan penasihat LNST, Binsar Sitompul juga menimpali, bahwa tambang yang akan beroperasi secara jelas akan merusak lingkungan dan hutan yang ada. Dimana keberadaan tambang yang nantinya disebut dapat menjadi sumber tenaga listrik, tidak serta merta akan terwujud. "kalau hal ini diabaikan, maka kit akan turunkan ribuan masyarakat dan mahasiswa menentang pelaksanaan dimaksud. Ini bukan ancaman, dan akan kita buktikan," serunya. Sementara manajemennya pemrakarsa PT SOL, Petrus yang dihubungi via ponsel tidak dapat dihubungi. DON
Sumber : m.batakpos.co.id