SIANTAR – Puluhan dokter di Kota
Pematangsiantar melakukan aksi mogok kerja, Rabu (27/11). Aksi ini sebagai
bentuk protes pemidanaan terhadap rekan seprofesi di Manado. Dampaknya,
masyarakat mengeluh karena tidak mendapat pelayanan medis. Pantauan METRO di
ruang tunggu poliklinik Rumah Sakit dr Djasamen Saragih, beberapa pasien
mengeluh karena para perawat mengatakan dokter mereka sedang tidak masuk kerja
dan disarankan kembali esok harinya.
Salah seorang pasien Boru Purba
dari Merekraya, Kecamatan Raya, Simalungun, misalnya, mengaku datang ke Rumah
Sakit dr Djasamen untuk keperluan check up sekaligus mengambil obat. Tapi, ia
harus mengurungkan niat itu karena dokter tidak ada di tempat. “Saya kan tidak
nonton TV sehingga tidak tau (ada demo). Padahal, saya sudah datang jauh-jauh,”
ujar Boru Purba kesal.
Hal senada disampaikan pasien
lainnya Boru Panggabean, warga Jalan DI Panjaitan. Dia mengaku sudah datang ke
rumah sakit milik Pemko Siantar tersebut sejak pukul 08.00 WIB tapi hingga
pukul 11.00 WIB, dokter tak kunjung datang. “Saya sakit pinggang, tapi saya
kecewa ternyata dokternya hari ini tidak kerja,” keluhnya.
Selain Boru Purba dan Boru
Panggabean, masih banyak warga lain datang untuk berobat ke Rumah Sakit dr
Djasamen. Mereka juga tidak tahu kalau hari itu, dokter tidak masuk kerja, itu
terbukti mereka rela menunggu sejak pukul 08.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB.
Biasanya poliklinik bedah, kulit, THT dan mata selalu buka walau kadang dokternya
masuk pukul 11.00 WIB, tapi hari Rabu tersebut, dokter spesialis di poliklik
itu tidak masuk kerja.
Pada waktu bersamaan, sejumlah
rombongan dokter dipimpin Pengurus IDI Siantar Simalungun datang ke RS dr
Djasamen Saragih sembari membawa kotak berisi pita hitam. Mereka datang menemui
dokter di ruangan-ruangan dan menyematkan pita hitam tersebut ke lengan kanan
para petugas medis.
Masyarakat pun bingung melihat
para dokter tersebut. Sementara di satu sisi mereka menunggu-nunggu dokter
untuk melakukan pemeriksaan. Melihat aksi solidaritas para dokter, Patar
Sihotang yang datang membawa istrinya berobat ke RS dr Djasamen, mengatakan,
apa yang dilakukan dokter telah melukai hati rakyat.
Sebab para pasien mereka abaikan
dan memilih untuk tidak kerja. “Itu kan urusan hukum, kita tidak melarang
mereka mau prihatin atau bagaiamana, tapi mereka harus tetap melaksanakan tugas
dan kewajiban mereka dan tidak menelantarkan warga yang mau berobat,” ujarnya.
Ia mengaku kecewa karena istrinya tidak bisa diperiksa oleh dokter.
Sementara itu, beberapa perawat
yang ditemui METRO di ruang poliklinik mengaku bahwa dokter mereka tidak masuk
karena aksi IDI. Sehingga pasien yang datang mereka sarankan untuk pulang dan
kembali besoknya.
Dr Eka Samuel Hutasoit, Ketua IDI
Siantar-Simalungun, kepada METRO, menjelaskan khusus hari itu, seluruh dokter
tergabung dalam IDI, secara nasional melakukan aksi solidaritas untuk memrotes
Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI atas penangkapan anggota IDI atas kasus
malpraktik. “Kita memberikan dukungan dan semangat kepada rekan kami dokter di
Manado yang kini ditahan. Jadi hari ini, kita memberikan pita hitam dan mereka
menerima dan memasangnya sebagai bentuk dukungan,” terangnya.
Dokter Eka menambahkan, IDI tetap
menyerukan kepada dokter di Siantar-Simalungun agar tetap menjaga citra dan
nilai luhur profesi dokter berdasarkan sumpah dokter, yaitu mengutamakan
keselamatan pasien.
Dari RS dr Djasamen Saragih,
mereka kemudian bergerak ke Rumah Sakit Harapan, Rumah Sakit Tiara, Rumah Sakit
Tentara, Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit Horas Insani. Dr Eka
menjelaskan, dokter yang tidak masuk itu adalah para dokter spesialis tapi
kalau dokter emergensi seperti di IGD harus tetap ada.
Ia menyebutkan, bukan hanya di
rumah sakit saja dokter tidak masuk, akan tetapi sejumlah dokter yang memiliki usaha praktik juga tidak buka.
Sementara untuk klinik di Kota Siantar, tetap buka seperti klinik kasih di
Parluasan, begitu juga seperti dr Namso, membuka praktik di rumahnya di Jalan
Sangnawaluh.
Sementara itu, dr Harlen Saragih,
Wakil Direktur II RS dr Djasamen Saragih, kepada METRO, mengatakan bahwa para
dokter yang tidak masuk itu atas imbauan dari IDI, bukan imbauan managemen
rumah sakit. “Organisasi IDI ini kan kuat, jadi mereka memiliki sumpah terhadap
komitmen dalam memberikan dukungan ke teman seprofesi mereka. Jadi, kita tidak
bisa berbuat apa-apa,” keluh dr Harlen.
Disinggung soal keluhan para
pasien yang tidak mendapat pelayanan karena dokter tidak masuk kerja, dr Harlen menanggapi supaya pasien dapat
memakluminya.
Dokter Emergensi Ikut
Dr Robert, Dokter Rumah Sakit
Suaka Insani, kepada METRO, Rabu (27/11), menuturkan, dokter Emergensi tidak
ikut dalam aksi solidaritas tersebut. Dia mengaku, selain karena memang tidak
diundang, kalau dokter Emergensi ikut lalu siapa yang menangani pasien yang
datang ke IGD.
Dia menyebutkan, saat ini dokter
jaga di RS Suaka Insan ada empat orang. Tiga orang lagi tidak masuk, karena
memang bukan jam piket.
Pantauan METRO di RS Suaka
Insani, ada beberapa pasien sedang rawat inap di ruangan. Namun tak seorang pun
dokter terlihat di ruangan inap tersebut. Melainkan para keluarga pasien dan
beberapa perawat keluar masuk ke ruang rawat inap.
dr Ine, salahseorang dokter di
Rumah Sakit Tiara, di Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat,
mengungkapkan bahwa pada hari itu hanya ada dokter Emergensi. “Di sini hanya
ada dokter Emergensi, yang lain ikut aksi demo,” katanya.
dr Nila: Boleh Bersolidaritas
tapi Jangan Abaikan Pasien
Menanggapi aksi demo Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), sebagai bentuk protes pemidanaan rekan seprofesi di
Manado, dr Nila, salahseorang dokter jaga di RSUD Rondahaim Saragih di
Pamatangraya, kepada METRO, Rabu (27/11), mengatakan, sebagai rekan profesi
maka tetap mendukung aksi solidaritas atas penolakan terhadap vonis 10 bulan
penjara oleh Mahkamah Agung (MA) tehadap dokter spesialis kebidanan Dewa Ayu
Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian.
“Kita juga bersolidaritas atas
adanya putusan MA tersebut, namun dalam hal pelayanan masyarakat kita tidak
bisa abaikan. Hari ini, saya kebetulan ada pasien yang bermasalah di bagian
perutnya dan harus diambil tindakan sehingga harus ditangani. Bersolidaritas
tidak harus dengan tidak menangani pasien,” ujarnya.
Menurut dr Nila, sepanjang dokter
tersebut sudah bekerja maksimal dan dengan prinsip tidak mungkin ada dokter
yang menginginkan pasiennya meninggal. Namun, jika pun demikian diminta agar
dilakukan proses hukum seadil-adilnya. “Kita berharap proses hukum ditegakkan
seadil-adilnya. Namun untuk bentuk solidaritas, seorang dokter, kita berprinsip
tidak meninggalkan layanan publik,” ujar dokter umum tersebut.
Kepala RS Rondahaim Saragih Raya
Jon Damanik SKM MKes, melalui Kepala TU Dearman Saragih, ditemui di ruang
kerjanya, mengatakan, ada delapan dokter bekerja di RSUD Rondahaim Raya,
sebanyak 4 di antaranya masih berstatus PTT dan sisanya dokter tetap (PNS).
“Aktivitas di RSUD Rondahaim
berjalan seperti biasa. Setiap harinya ada satu dokter jaga dan hari ini juga
tetap melaksanakan aktivitasnya dan terkait adanya Emergensi, hingga siang ini
belum ada yang bersifat Emergensi. Terkait aksi solidaritas dokter tersebut,
maka lebih tepatnya langsung saja ditanya kepada dokter yang bersangkutan,”
ujarnya.
Tak Ada Rumah Sakit Yang Tutup
Sekretaris Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Sumut dr Syaiful Sitompul, mengatakan, sebelum
dokter melakukan aksi mogok ia telah memastikan tidak ada rumah sakit yang
tutup. Dia juga menegaskan agar semua kasus darurat medis tetap dilayani.
Dokter LanggarHak Pasien
Aksi mogok yang dilakukan dokter
di berbagai wilayah di Indonesia dinilai melanggar hak-hak pasien dan juga kode
etik kedokteran. Aksi ini pun mengakibatkan banyak pasien yang telantar.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Makassar Zulkifli Hasanuddin, Rabu (27/11), menuturkan, solidaritas
dalam satu profesi memang penting.
Namun, solidaritas dalam bentuk
mogok kerja adalah tindakan yang salah. “Solidaritas dalam satu profesi
penting. Tetapi, solidaritas dalam bentuk mogok kerja adalah tindakan salah
karena melanggar kode etik kedokteran, di mana jelas-jelas melanggar hak-hak
pasien dan orang yang ingin berobat di rumah sakit,” katanya lagi.
Terkait aksi mogok yang dilakukan
sejumlah dokter, LBH Makassar meminta Menteri Kesehatan dan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) memberikan tanggapan serius. “Jika perlu, berikan sanksi
terhadap dokter yang melakukan mogok kerja sampai pasien telantar,” tegas
Zulkifli.
Jangan Ada Kesan Dokter Kebal
Hukum
Aksi mogok kerja yang dilakukan
ribuan dokter, Rabu (27/11), diharapkan tidak membuat bias proses hukum
terhadap tiga dokter yang dipidana melakukan malapraktik di Sulawesi Utara.
Profesi dokter tidak kebal hukum. Langkah perlawanan terhadap putusan kasasi
Mahkamah Agung semestinya dengan mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Jangan sampai aksi mogok ini
membuat bias dan mengesankan bahwa dokter kebal hukum, tidak bisa disentuh,”
ujar anggota Komisi IX DPR Indra, di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Rabu
(27/11). Indra mengatakan, profesi dokter memang tidak bisa menjamin kesembuhan
pasiennya. Namun, ia mengingatkan bahwa tindakan pidana tidak hanya mengatur
aspek kesengajaan, tetapi juga kelalaian.
Hakim yang berwenang menentukan
apakah ada tidaknya kelalaian dalam tindakan medis. “Saya yakin hakim sudah
menekankan pada fakta persidangan dan saksi ahli. Biarkan hukum dijalankan,
kita tidak bisa intervensi itu. Lebih baik menunggu proses PK sampaikan novum
dan bantahan keterangan secara yuridis dan logis sehingga bisa dipaparkan lebih
utuh,” ucap mantan anggota Komisi Hukum itu.
Indra mengaku memahami
kekhawatiran kalangan dokter bahwa kasus di Sulawesi Utara bisa menjadi
yurisprudensi untuk mengkriminalisasi profesi dokter. Oleh karena itu, ia
berharap kasus itu menjadi momentum pembentukan standar layanan minimum yang
juga diketahui masyarakat. “Tidak adanya standar pelayanan ini yang menyebabkan
masyarakat main asal gugat karena yang memahami soal pelayanan hanya di satu
pihak. Ke depan, harus ada standar ini,” pungkas Indra. (pra/rah/end/mag-01/int)
Sumber : metrosiantar.com